Rabu, 26 Maret 2008

PAHLAWAN TANPA TANDA JASA = PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN

Siapa yang tak kenal istilah pahlawan tanpa tanda jasa ? Ya, sebuah ungkapan yang merujuk pada sosok seorang guru. Kata guru sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, yang sebenarnya arti harafiah nya adalah berat. Sedangkan arti umum dalam Bahasa Indonesia adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Guru, sebuah profesi yang termasuk sebagai profesi yang kurang populer. Bagaimana tidak, mulai dari anak kecil hingga remaja jarang ada yang akan mengatakan guru sebagai cita-citanya. Insinyur, dokter, ataupun presiden jauh lebih populer. Apakah profesi sebagai guru adalah sebuah profesi yang hina atau terlarang ? Bukankah seorang dokter pun tidak akan terbentuk tanpa adanya seorang guru ? Tapi realita menjawab lain, nasib seorang guru akan jauh berbeda dengan dokter. Seakan-akan dalam proses pembentukan dokter-dokter tersebut tidak dibutuhkan sosok guru.

Memang di jaman sekarang ini, di mana materi (uang ) adalah tujuan pokok dari setiap pilihan yang ada. Begitu pula dengan pilihan sebagai guru, bisa dikatakan mungkin seseorang menjadi guru hanya karena tuntunan nafkah semata. Tanpa adanya semangat untuk mendidik. Memang realita macam ini bisa saja terjadi. Tapi saat kesejahteraan guru telah terurus dengan selayaknya, bukankah pilihan menjadi seorang guru yang sebelumnya kurang populer bisa menjadi populer ? Dan bukan hanya karena materi, melainkan memang karena adanya jiwa pendidik.

Memang dalam prakteknya, seorang guru juga tak lepas dari berbagai kesalahan atau sekedar gosip miring. Tapi bukankah guru juga sesosok manusia biasa ? Memang, bisa dikatakan bahwa tidak setiap guru memiliki kapabilitas yang bisa dikatakan mumpuni sebagai pengajar. Tapi jika mereka sendiri kurang diperhatikan, apakah layak kita menuntut sesuatu yang lebih dari mereka ?

Mereka adalah ksatria tampa pamrih, pangeran keikhlasan, dan sumur jernih ilmu

pengetahuan di ladang yang ditinggalkan. Sumbangan mereka laksana manfaat yang

diberikan pohon filicium yang menaungi atap kelas kami. Pohon ini meneduhi kami dan

dialah saksi seluruh drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium memberi napas

kehidupan bagi ribuan organisme dan menjadi tonggak penting mata rantai ekosistem.

(Dikutip dari Laskar Pelangi karya Andrea Hirata)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mereka bertanya kepada angin, kepada hamparan gunung2
apa yg kita cari, apa yg kita inginkan?
lalu bertanya kepada sepi, kepada malam di lembah sunyi
apa yg kita berikan, apa yg kita korbankan?
sungguh, kita tidak akan pernah mengerti....